Sanitasi dan Air Bersih, Sepele Bagi Pemerintah, Vital Bagi Masyarakat

oleh -
<em>Yuliana bersama anaknya ketika mengambil air di dekat sawah</em>

RakyatJabarNews.com, Bogor – Persoalan sanitasi dan air bersih mungkin persoalan sepele bagi pemerintah dan cenderung menganaktirikan. Tapi, justru inilah yang harus diutamakan oleh pemerintah karena ini adalah bagian dasar dari upaya mengentaskan kemiskinan.

Dalam sebuah kegiatan yang diadakan oleh organisasi nirlaba internasional Water.org yang bekerja sama dengan koperasi Karya Utama Mandiri Syariah (KUMS) mengajak wartawan-wartawan Bogor, Jakarta, dan Cirebon untuk observasi langsung ke lapangan tentang pentingnya sanitasi dan air bersih bagi masyarakat bawah.

Sebagai sebuah organisasi internasional, Water.org yang secara global sudah 25 tahun beroperasi di 11 negara dan Indonesia baru 4,5 tahun, telah berkontribusi atas pencapaian akses air bersih bagi masyarakat berpenghasilan rendah, supaya bisa meningkatkan kualitas hidupnya melalui mitra kerja berupa lembaga keuangan mikro yang selama belum terbiasa memberikan akses sanitasi dan air bersih.

Dalam kegiatan ini, RakyatJabarNews.com mendapat kesempatan untuk melihat langsung di lapangan tentang masyarakat yang belum mempunyai sanitasi di rumah, atau jamban untuk buang air. Terdapat dua lokasi yang dituju untuk observasi. Keduanya berada di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Kediaman Siti Nur Laelah Sari (36), warga Kampung Kantalarang II Desa Leuwi Batu IV Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor adalah tempat lokasi yang pertama dituju. Untuk menuju tempat ini, dibutuhkan tenaga ekstra dan hati-hati. Sebab, rombongan harus melewati jalanan yang menanjak dan menurun, ditambah jalanan yang agak berlumut. Selain itu, terdapat jembatan gantung sebagai penghubung antar desa untuk menuju lokasi tersebut. Jika ingin melewati jembatan ini harus berhati-hati.

Rumah Laelah sendiri berada di tepian desa, berbatasan langsung dengan hutan dan sungai kecil di belakang rumahnya. Selama bertahun-tahun, Laelah hidup tanpa jamban dan air bersih. Untuk buang air pun, dia harus melewati jalan setapak kecil dan licin di sungai kecil di belakang rumahnya.

RakyatJabarNews.com dan rombongan wartawan lainnya menyusuri jalan yang biasa dilalui oleh Laelah ketika ingin buang hajat, dan ternyata medannya sangat sulit. Terdapat tebing yang cukup licin, lebatnya semak belukar, dan ada ancaman dari hewan-hewan lain. Bayangkan jika malam hari.

“Saya sudah biasa begitu. Meskipun ketemu ular pas lagi buang air, bahkan malam-malam, saya udah biasa,” jelasnya di depan rombongan awak media, Senin (23/10).

Laelah mengaku, sejak ditawari oleh KUMS untuk kredit jamban, dia pun mengambilnya. Awalnya, ibu 4 anak itu masih bingung dengan penawaran kredit jamban ini. Sebab, baru kali ini jamban dikredit. Namun, petugas KUMS dengan konsennya menjelaskan apa itu sanitasi dan pentingnya air bersih. Hingga akhirnya, dia pun mengambil angsuran tersebut dan kini angsuran Laelah hampir lunas.

Dalam lingkungan RW-nya, hanya dua orang yang mengambil kredit jamban dari KUMS, sedangkan sisanya adalah kredit barang-barang. Padahal, masih banyak warga yang belum memiliki jamban di rumahnya. Ini jelas perlu ditingkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sanitasi dan air bersih di rumah.

Ketika ditanya soal bantuan pemerintah, Laelah mengaku bahwa tak ada sama sekali bantuan dari pemerintah.

“Pernah ada survei-survei, tapi cuma survei saja. Bantuannya apa dan bagaimana gak ada,” jelasnya.

Di lokasi yang kedua ada Yuliana (37), warga Kampung Peuteuy, Desa Sibanteng, Kecamatan Leuwi Sadeng, Kabupaten Bogor. Berbeda dengan lokasi pertama, rumah Yuliana ini tak begitu sulit dijangkau dan tak begitu jauh dengan jalanan.

Hal yang cukup mengherankan bagi RakyaJabarNews.com adalah, rumah Yuli cukup bagus, ada parabolanya, televisi, tapi anehnya tidak ada jamban atau kamar mandinya. Saat rombongan mengunjungi rumah Yuliana, jamban pun sedang dalam proses pembuatan. Jadi, selama ini dia tidak memiliki jamban, padahal rumahnya layak huni.

Untuk buang air atau mandi, Yuliana dan keluarganya harus menuruni tebing di belakang rumahnya. Letaknya pun di dekat sawah. Hanya saja, lokasinya tidak begitu jauh dengan lokasi yang pertama. Namun tetap saja, medannya cukup sulit, apalagi jika di malam hari.

“Saya tiap hari udah biasa bolak-balik ke dekat sawah itu buat ngambil air atau mandi. Buang air juga gak begitu jauh dari tempat itu,” jelas Yuli.

Yuliana bersama anaknya ketika mengambil air di dekat sawah

Pemicu dia akhirnya mengambil kredit jamban ke KUMS adalah anaknya. Sang anak merasa malu saat rumahnya didatangi oleh teman-temannya, namun saat mau ke toilet itu harus ke sawah dulu. Sedangkan teman-teman yang lainnya sudah punya.

Dari dua lokasi tersebut, bisa disimpulkan bahwa kesadaran masyarakat tentang pentingnya sanitasi dan air bersih ini masih kurang. Mereka bahkan lebih memilih untuk merenovasi ruang tamu dan kamar ketimbang memilih untuk membangun jamban.

Menurut petugas koordinasi KUMS Muhammad Riki mengatakan, bahwa pihaknya berusaha mengubah pola pikir masyarakat secara intens, dan menyadarkan bahwa pentingnya sanitasi dan air bersih.

“Awalnya memang sulit. Tapi setelah memberikan bukti bahwa sanitasi itu penting, maka masyarakat ada yang mau mengubah pola pikirnya,” jelas Riki di depan awak media, Senin (23/10).

Dalam memberikan bantuan kreditnya, Riki mengatakan bahwa KUMS memberikan berupa barang langsung, bukan uang tunai. Jadi, pihak KUMS membangun dahulu kamar mandinya, kemudian baru dilakukan aqad sesuai hukum syariah.

“Jadi nasabah ini tidak diberikan uang langsung. Bahan-bahannya dari kami, yang bangunnya kami. Begitu jadi, baru dilakukan aqad,” jelas Riki.

Uniknya, dalam produknya, koperasi yang sudah berdiri sejak 1989 ini selalu memberikan nuansa warna pink. Hal tersebut dimaksudkan supaya tidak ada klaim dari partai. Apalagi sekarang sudah mendekati musim politik.

Menurut Riki, ada 3 pilihan bagi anggota KUMS untuk membayar cicilannya, yakni 1 tahun, 18 bulan, dan 2 tahun. Semua itu mendapat margin 25% per tahun.

Sedangkan menurut Manajer Advokasi Water.org Andi Musfarayani mengatakan bahwa sanitasi dan air bersih adalah hak-hak masyarakat bawah yang perlu diberikan kontribusinya. Sebab, dengan terpenuhinya sarana sanitasi dan air bersih, maka kemiskinan bisa teratasi.

“Sanitasi dan air bersih adalah hak-hak masyarakat berpenghasilan rendah demi mendapatkan hasil yang lebih baik lagi,” jelas Musfarayani saat diwawancarai awak media, Rabu (24/10).

Dengan memperhatikan kondisi-kondisi di atas, ternyata masih banyak masyarakat berpenghasilan rendah yang belum mempunyai sarana sanitasi dan air bersih yang memadai. Lantas, siapakah yang wajib memberikan kesadaran atas itu semua? Sebab, kesadaran masyarakat berpenghasilan rendah tentang pentingnya sanitasi dan air bersih masih rendah. Mungkin pemerintah perlu memperhatikan hal yang paling dasar ini, supaya masyarakat bisa keluar dari kemiskinan. Sesuai dengan slogan Water.org, “Kita tidak akan keluar dari kemiskinan tanpa memperbaiki air dan sanitasi.”(Juf/RJN)

Comment