RakyatJabaNews.com – Ratusan massa buruh yang tergabung dalam Ferdasi Serikat Pekerja Singa Perbangsa (FSPS) Kabupaten Cirebon menggelar aksi di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD), Kabupaten Cirebon, Senin (22/05).
Aksi demo tersebut, massa meminta agar peran pemerintah dalam ketenagakerjaan seharusnya menjadi skala prioritas, karena merupakan kunci dan akar gejolak ketenagakerjaan di wilayah Kabupaten Cirebon. Di mana pekerja buruh di Kabupaten Cirebon, semakin mengalami penindasan dan kesewenang-wenangan dari para pengusaha terhadap pekerja buruh.
Menurut Aryanto selaku Kondinator Aksi FSPS, penindasan dari kesewenang-wenangan yang dirasakan pekerja di kabupaten Cirebon semakin nyata. Bahkan, kata dia diperparah oleh sikap Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon yang tidak berdaya dalam menjalankan marwah dari Undang-undang no 13 tahun 2003, tentang ketenagakerjaan.
“Mereka, hanya mampu melahirkan perampasan upah minimum Kabupaten cirebon, sebagaimana terjadi pada pekerja, buruh tidak adanya kepastian kerja serta perampasan hak hak normatif lainnya,” katanya.
Disebutkannya, salah satu perusahaan yakni PT. Sarana Sumber Tirta, perusahan yang bergerak atau memproduksi air minum dalam kemasan merk Viola merupakan pengusaha nakal.
Karena kebijakan BPPK wilayah Cirebon, DPRD maupun Disnaketras Kabuoaten Cirebon, hanya merupahkan minifestasi dari seluruh sekema pemerintah daerah yang pro pengusaha. Akhirnya menganaktirikan pekerja buruh di wilayahnya yang notabebe ikut andil memajukan perekonomian rakyat Kabupaten Cirebon.
“Kami sudan tentu melalui aksi unjukrasa ini, akan terus menekan kepada pemerintah daerah Kabupaten Cirebon, agar menegur serta menindak tegas pengusaha-pengusaha nakal seperti PT. Sarana Sumber Tirta yang secara nyata telah melakukan tindakan perampasan hak- hak normatif pekerja,” tukasnya.
Pihaknya, selama ini banyak mengalami intimidasi dari pengusaha nakal, seperti tidak adanya kejelasan status kerja, tidak dibayarkan Upah Minimun Kabupaten tahun 2017.
Bahkan, tidak dibayarkan upah pekerja yang dirumahkan, tidak dibayarkan upah pekerja sebelum dan sesudah melahirkan.
“Kami sangat tersakiti oleh penyalagunaan kekuasaan instasi pemerintah dalam diri kami,” pungkasnya. (RJN)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT