RakyatJabarNews.com, Cirebon – Kartu Indonesia Pintar merupakan salah satu program prioritas Pemerintah Pusat dalam upaya mempersiapkan Generasi muda Penerus Bangsa dan mempersiapkan diri untuk dapat bersaing di era globalisasi. Warga Negara penerima program Kartu Indonesia Pintar (KIP) merupakan warga yang terdata dalam Keluarga kurang mampu agar anak-anaknya bisa bersekolah untuk mendapatkan Pendidikan sehingga mampu bersaing di era kekinian.
Namun, program yang dikeluarkan Pemerintah Pusat melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang berusaha mendongkrak peningkatan Index Pembangunan Manusia melalui pendidikan tidaklah mulus dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan pada tingkat Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Astana Japura Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat. Salah seorang wali murid mempertanyakan fungsi dari Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang dimiliki keluarganya. Namun, hal tersebut dianggap tidak berlaku di sekolah tempat anak menimba ilmu, dikarenakan setiap bulan anaknya diharuskan membayar Iuran Bulanan sebesar Rp 130.000, ditambah Rp 70.000 untuk biaya study tour sekolah. Saya, total pengeluaran setiap bulannya Rp 200.000 yang harus dibayarkan setiap bulannya.
Saat menemui salah seorang wali murid yang bernama Waryani (45) di kediamannya di bilangan Kanci, Astana Japura mengatakan, program KIP di SMA Negeri 1 Astanajapura tempat anaknya bersekolah selama ini tidak berlaku, karena pada setiap bulannya dipungut Iuran Bulanan sebesar Rp 200.000. Padahal, dirinya pernah mempertanyakan fungsi dari KIP milik anaknya, namun pihak sekolah melalui Kepala Sekolah tersebut tidak bisa menjelaskan, karena adanya Iuran Bulanan Pendidikan merupakan hasil Rapat Komite Sekolah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami menyayangkan sikap sekolah melalui Kepala Sekolah pada saat ditemui perwakilan wali murid pemilik KIP yang tidak bisa memberikan penjelasan, kenapa siswa pemilik KIP tetap dibebankan Iuran Bulan. Sehingga setiap bulannya, wajib membayar uang Rp 200.000 dan kami berencana akan kembali mempertanyakan kenapa KIP di sini tidak berlaku,” jelasnya saat ditemui awak media, Senin (4/12).
Ditambahkan Waryani, bahwa pemilik KIP yang bernasib serupa itu di desanya berjumlah belasan keluarga yang anak-anaknya bersekolah di SMA Negeri 1 Astana Japura. Namun, pihak sekolah tetap menerapkan Iuran Bulan pada penerima KIP. Bahkan pada saat menjelang Ujian Tengah Semester, pihak sekolah menahan Kartu Ujian kepada setiap siswa yang belum membayar Iuran Bulanan. Sehingga secara psikologi, anak-anak jatuh walaupun pada hari pelaksanaan UTS Sekolah tetap mengikutkan para siswa yang belum melunasi Iuran Bulan. Namun, di sinilah terjadi diskrimasi yang diterima, karena siswa tidak diberi kartu ujian sehingga tidak bisa mengisi nomor ujian tengah semester pada lembar ujian.
“Anak-anak pemilik KIP di sini (desa setempat, red) belasan jumlahnya yang wajib membayar Iuran Bulan. Kami sekeluarga sangat keberatan karena pada saat siswa belum bisa membayar iuran, pihak sekolah melakukan tindakan kepada para siswa dengan cara menahan Kartu Ujian Tengah Semester. Dan ini menjatuhkan mental siswa, karena mendapatkan perlakuan diskriminasi secara sistematis walaupun siswa yang belum bayar tetap diikutkan UTS namun tidak bisa mengisi Nomor Kartu Ujian Tengah Semester, karena tidak diberikan pihak Sekolah dengan alasan belum membayar Iuran Bulanan,” jelasnya.
Sedangkan saat akan mengkonfirmasi pihak Sekolah melalui kepada Kepala Sekolah Dodi, awak media melalui sambungan telpon berulang&ulang tidak direspon oleh sang Kepala Sekolah. Sampai berita ini diterbitkan, pihak sekolah belum bisa dimintai komentarnya.(Juf/RJN)