Asrorun Niam Sholeh, Sosok Kyai di KPAI

- Redaktur

Senin, 31 Juli 2017 - 19:57 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

RakyatJabarNews.com – Sekian persen sel otak Niam adalah sel otak akademisi. Wajar, karena dia orang kampus. Wawasannya kompleks. Keberaniannya membangun spekulasi pun ditopang argumentasi dalam takaran memadai.

Sekian persen sel otak Niam lainnya berakrobat laksana sel otak politisi. Dia tidak hanya mahir memaparkan gagasan, tapi juga lincah menangkis serangan. Bahkan menyerang balik lawan bicaranya. Artikulasi Niam sedemikian rupa terlihat, misalnya, ketika dia berada di ruang rapat Komisi 8 DPR RI. Cara kerja sel-sel otak Niam itu boleh jadi merupakan akibat langsung dari pengalamannya sekian lama duduk di belakang barisan pimpinan Komisi DPR yang mengurusi—antara lain—perlindungan anak, sebagai tenaga ahli di sana.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Selebihnya, mirip jamaah berthawaf, sejauh apa pun terpantul ke sana-sini sel-sel otak Niam tetap berputar berporoskan kiblat. Dalam isu apa pun, kalau kita cermati, warna keislaman tak pernah tanggal dari pemikirannya. Bahkan jangankan saat Niam berbicara. Ketika dia diam sekali pun, saya tidak menemukan kalimat lain kecuali bahwa ekspresi wajahnya sudah mengesankan NU sekali.

Mekanisme kerja sel otak ala kyai itu justru sangat dibutuhkan. Apa pasal?

Blak-blakan saja; saya menangkap ada kalangan di kancah perlindungan anak yang tempo-tempo melakukan manuver yang justru bertolak belakang dengan kepentingan anak. Dalam isu pelarangan minuman keras, misalnya. Pihak-pihak tersebut berkampanye bahwa alkohol bukan penyebab aksi-aksi kejahatan—termasuk kejahatan seksual—terhadap anak. Padahal, sudah banyak anak-anak yang cedera parah bahkan mati mengenaskan di tangan pelaku yang menenggak minuman keras. Juga ada bertimbun-timbun hasil studi di dunia yang memastikan minuman keras sebagai faktor di balik banyaknya tindakan memviktimisasi anak.

Baca Juga :  Warga RW 07 Kelurahan Pengasinan Dibuat Kesal Oleh Rahmat Effendi

Niam tidak beringsut sedikit pun. Betapa pun dia sekian kali digugat di ruang publik, Niam tetap kumandangkan ketegasannya bahwa minuman keras adalah penyebab nyata—tentu bukan satu-satunya—orang-orang menampilkan perilaku biadab terhadap anak-anak. Atas dasar itulah, pungkas Niam, pelarangan minuman keras perlu dikedepankan dalam produk-produk kebijakan.

Begitu pula dalam masalah lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Mudah dibaca, ada kelompok-kelompok yang secara terorganisasi membangun opini bahwa LGBT bukan penyimpangan seksual. Narasi yang mereka ciptakan apalagi kalau bukan hak azasi manusia, cinta kasih, kesetaraan, toleransi, dan sejenisnya.

Niam, sambil menampakkan senyum dari balik misainya, tidak berkisar sejari pun. LGBT adalah kelainan seksual, demikian kunci Niam. Bahkan dalam sebuah obrolan, kami bersepakat bahwa kampanye LGBT yang diarahkan ke anak-anak merupakan bentuk kekerasan psikis dan seksual. Anak-anak harus dilindungi dari kekerasan tersebut. Itu berarti, individu-individu yang melakukan kampanye semacam itu patut dipandang sebagai pelaku kekerasan terhadap anak. Dan kepada mereka, para pelaku itu, sudah seharusnya diberikan ganjaran hukum.

Isu minuman keras dan LGBT di atas merupakan contoh adanya anasir-anasir ideologis yang secara nyata turut bermain di arena perlindungan anak. Alhasil, terlalu naif sesungguhnya apabila dipandang bahwa seluruh aktivis perlindungan anak bekerja semurni-murninya, setulus-tulusnya, semata-mata demi kepentingan anak itu sendiri. Niscaya ada kepentingan yang melawan arus. Yaitu, mereka yang bertolak belakang dengan Undang-Undang Perlindungan Anak, serta memunggungi nilai-nilai luhur Pancasila dan pasal 28J ayat 2 Undang-Undang Hak Asasi Manusia.

Baca Juga :  Darmadji: Gay di Kota Banjar Memang Benar Ada

Untuk melawan anasir-anasir kontra-perlindungan anak tersebut jelas dibutuhkan petarung dengan amunisi komplit. Petarung yang bekerja dengan akal, hati, dan tangannya. Petarung yang argumentatif secara akademis, ligat bak politisi, berpendirian militan, namun tetap hangat menjalin pertemanan. Petarung yang memulai kerja besarnya dengan membongkar habis sindrom rendah diri kronis massal yang berlindung di balik dalih “silent majority” dan “silent is gold”.

Ke depan, menjadi tugas pengganti Niam untuk menjadi dirijen yang lebih sanggam lagi memimpin orkestra KPAI. Biola, cello, piano, dan harpa punya partiturnya masing-masing. Tapi selama para pemainnya bergerak padu mengikuti tongkat dirijen, nada-nada yang keluar dari seluruh instrumen itu akan berhimpun harmonis.

Oh ya, satu lagi: menyadari besarnya agenda pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Tanah Air, barangkali sudah tiba waktunya bagi kita untuk memulai diskusi pemisahan kedua bidang tersebut dari satu kementerian. Apabila kita bersepakat bahwa anak-anak adalah aset terbesar Indonesia, dan pada saat yang sama ada keinsafan bahwa kita belum melangkah sebanding dengan kesepakatan itu, maka sah kiranya Republik ini memiliki kementerian tersendiri yang berkutat semata-mata pada bidang perlindungan anak.

Lantas siapa yang pantas duduk sebagai menteri di situ? Untuk menjawabnya, agar tidak terjadi fait accompli, saya pikir saya perlu diskusi lagi dengan kyai di kantor KPAI. Mumpung dia masih sibuk mengemasi barang-barang miliknya pribadi sebelum angkat kaki dari Teuku Umar.

Reza Indragiri Amril
Ketua Bidang di Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Indonesia.(Ziz/RJN)

Follow WhatsApp Channel rakyatjabarnews.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Kolaborasi Gramedia dan Desound Ciptakan Ruang Kreatif Baru untuk Anak Muda di Bandung
Sisternet Sukses Gaet Lebih dari 1 Juta Penerima Manfaat
Jaringan XL Axiata Siap Sambut Nataru 2025
Pengelolaan Sampah dan Budidaya Maggot: Langkah PNM Bekasi Untuk Pemberdayaan Ekonomi Berkelanjutan
Jasa Marga Raih Penghargaan dalam Ajang Top 100 CEO & The 200 Leaders
20 Finalis UMKM Perempuan Berebut hadiah Modal Rp. 115 juta
PNM dan JAMKRINDO Latih Perempuan Disabilitas Jadi Wirausaha Batik
Dibalik Film Solata, Teman Adalah Keluarga Yang Kita Pilih Lewat FGD Warga Depok
Berita ini 18 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 17 Januari 2025 - 10:47 WIB

Kolaborasi Gramedia dan Desound Ciptakan Ruang Kreatif Baru untuk Anak Muda di Bandung

Jumat, 27 Desember 2024 - 19:11 WIB

Sisternet Sukses Gaet Lebih dari 1 Juta Penerima Manfaat

Kamis, 12 Desember 2024 - 08:49 WIB

Jaringan XL Axiata Siap Sambut Nataru 2025

Selasa, 10 Desember 2024 - 12:50 WIB

Pengelolaan Sampah dan Budidaya Maggot: Langkah PNM Bekasi Untuk Pemberdayaan Ekonomi Berkelanjutan

Rabu, 4 Desember 2024 - 13:48 WIB

Jasa Marga Raih Penghargaan dalam Ajang Top 100 CEO & The 200 Leaders

Berita Terbaru

Bisnis

Promo Awal Tahun XL Axiata Ada Bonus Kuota 3X Lipat

Jumat, 17 Jan 2025 - 20:52 WIB

Mau Copy Paste? Wani Piro