RakyatJabarNews.com – Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebanyak 328 kota/kabupaten menuju layak anak dengan tahapan yang berbeda-beda, tidak terkecuali Kota Bekasi.
Namun miris, dari ratusan daerah yang mencanangkan menuju kota/kabupaten layak anak itu belum ada yang sudah dinyatakan sebagai kota/kabupaten layak anak karena belum memenuhi 24 indikator.
Masalah di Kota Bekasi terutama, masih berada di kategori Madya dan masih ditemukan anak-anak yang meminta-minta dijalanan serta Wakrkop.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut hemat saya, untuk menuju Kota Layak Anak harus ada sinergi antar instansi dan LSM yang bergerak dibidang anak, sehingga ditemukan formulasi dalam penangannya.
Kenyataannya sejauh ini, komunikasi itu nampak masih tidak berjalan dengan baik sehingga berjalan sendiri-sendiri. Alhasil hasilnya tidak maksimal.
Sebenarnya Kota Bekasi sudah melaunching program Kota Layak Anak sejak tahun 2013 lalu. Pada tahun 2015, kota dengan julukan kota patriot ini mendapat predikat Pratama, di tahun 2017 mendapat tingkat Madya.
Artinya, masih tersisa dua tingkat lagi yakni, Nindya dan Utama, barulah Kota Bekasi bisa mendapatkan predikat Kota Layak Anak secara keseluruhan.
Untuk menggapai itu, tidak semudah apa yang telah dicanangkan. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar Kota Bekasi mendapatkan predikat Kota Layak Anak.
Pembenahan ini harus dimulai dari akar rumput, Kepala Desa atau Lurah misalnya, harus mendata anak-anak yang sesuai kategorinya, misalnya terlantar atau anak-anak yang dikatakan menjadi anak dipinggir jalan. Jika itu ada, maka pembinaan pun dianggap penting.
Yang mempunyai tupoksi menangani ini dalam Undang-undang adalah dinas sosial. Bagaimana pola pembinaannya, dan apa yang harus dilakukan maka itu disebutnya adalah tugas bersama dalam merumuskannya.
Tindak lanjutnya dengan tidak melepaskan hak dia, seperti harus selesai pendidikan dan semacam ada tempat pelatihan, itu harus di hidup kan kembali. Saya melihat belum ada hal seperti itu yang muncul. Mungkin karena lembaganya yag berjalan sendiri-sendiri.
Sejatinya, untuk mengentaskan suatu masalah, penyelenggara negara tidak bisa berjalan sendiri, dia harus kolektif kolegial.
Ditingkat kota, ya ada wali kota, di tingkat provinsi ada gubernur. Tingkat negara ya Presiden. Jika masih berjalan sendiri-sendiri maka jangan harap bisa sukses apa yang diinginkan.
Tidak sampai disitu, sebagai lembaga negara yang dimandatkan oleh Undang-undang, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAID) sudah sepantasnya mendukung itu, bahkan lembaga itu harus berada paling depan jika diajak.
Upaya meredam kejahatan terhadap anak sudah seharusnya dilakukan secara mengakar ke lini terkecil masyarakat, contohnya saja, sebuah kota harus membentuk satuan tugas Anti Kekerasan anak hingga tingkat RT.
Saya melihat, fenomena pornografi dan pornoaksi kian marak dikonsumsi dan bebas diraih oleh semua kalanga. Ini merupakan menjadi faktor utama pemicu terjadinya pelecehan seksual terhadap anak
Terlebih, di era Teknologi Informasi sekarang menjadi ide para pelaku untuk melakukan kejahatan dan kekerasan terhadap anak, kebanyakan pelaku kekerasan seksual terhadap anak, saat diperiksa pasti selalu menyatakan bahwa mereka mendapatkan ide dari film porno.
Maka dari itu, saya kira, pendidikan seks untuk anak sangat penting. Hal ini saya katakan lantaran jarang menemukan pendidikan seks secara persuasif.
Karena, hal itulah yang membuat anak cenderung lebih suka mencari sendiri melalui akses internet yang tidak sehat. Hasilnya, anak-anak mengetahui bagaimana pendidikan seks secara bebas.
Sebenarnya itu adalah salah satu hal yang menyebabkan kerusakan moralitas anak pada saat mereka diberikan kebebasan berinteraksi dengan internet tanpa pengawasan guru dan orangtua.
Nah, mulai dari sekarang, para guru dan orangtua pun harus lebih aktif mengajarkan para anak secara persuasif tentang seks. Hal ini untuk mencegah adanya tindakan seks bebas ketika mereka menginjak usai remaja.
Sebab, dampak dari seks bebas itu sangat bahaya, bisa menimbulkan penyakit aids. Aids itu ditularkan oleh berbagai penyebab, namun kalau kita mau runut secara kuratif memang aids ada karena seks bebas dan hubungan homo seksualitas.
Anak adalah segala-galanya, mereka merupakan aset bangsa. Jika mereka menjadi korban kekerasan pasti mendapatkan tekanan mental yang muncul dari dalam dirinya sendiri.Anak di bawah umur yang menjadi korban kejahatan juga kerap mendapat “kekerasan ganda”.
Ketika anak menjadi korban kekerasan, dia sudah menjadi korban kekerasan ganda, artinya terkadang malah korban yang harusnya dibela malah memiliki rasa bersalah, padahal jelas-jelas dia adalah korban kejahatan, dalam kasus lain, ketika anak berhadapan dengan penyidik untuk diperiksa itu menjadi trauma tersendiri.
Nah, output dari hal tersebut bisa berujung pada depresi atau menjadi agresif, itulah yang membuat seorang anak korban kekerasan seksual berpotensi tinggi menjadi pelaku kekerasan seksual di kemudian hari.
Peran masyarakat luas untuk merehabilitasi mental korban kekerasan di bawah umur dirasakan masih sangat minim. Tokoh masyarakat dan kebijakan pemerintah seringkali kurang berpihak kepada korban sehingga malah menimbulkan depresi mendalam.
Satu lagi yang harus diperhatikan oleh Pemerintah Kota Bekas jika darahnya ingin menjadi Kota Layak Anak. Copot iklan rokok dan videotron rokok yang berada di jalan protokol maupun arteri.
Sebab, data Komnas Anak dan Uhamka pada 2007. Ada 70 persen anak indonesia terpengaruh oleh iklan rokok, dan 77 persen iklan rokok menyebabkan mereka terus merokok, dan 57 persen iklan rokok mendorong mereka yang berhenti merokok terpengaruh dengan iklan rokok.
Alangkah baiknya, iklan itu ditiadakan, Kemudian memberikan tempat wisata atau rekreasi di pemerintahan maupun ruang publik. Karna, Kota Bekasi sudah mencanangkan kota layak anak.
Penulis: Fanny Wulandari
SEKOLAH TINGGI TARAKANITA