RakyatJabarNews.com, Bogor – Terjadi Kembali dugaan praktek pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum staff Desa Karanggan, Kecamatan Gunung Putri dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang tahun 2016 bernama Prona (proyek operasi nasional agrarian) pembuatan sertifikat tanah yang dibiayai negara. Hal tersebut membuat geram Bupati Bogor Nurhayanti.
Karena itu, Nurhayanti meminta kepada warga yang dirugikan terkait pungli itu melapor ke Tim Saber Pungli Polres Bogor. ”Tunjukan kepada saya, siapa aparat desa yang sangat tega memungut biaya dalam program PTSL untuk masyarakat tidak mampu yang seharusnya gratis. Dengan alasan apapun itu tidak bisa dibenarkan,” terangnya saat dihubungi oleh tim BTJ, beberapa waktu lalu.
Apalagi, yang mendapatkan program PTSL adalah warga yang tidak mampu secara ekonomi. ”Kita ingin mengurangi beban masyarakat, malah oleh staf desa bebannya ditambah. Saya kesal dengan aparat pemerintah seperti itu, sudah beberapa kali saya imbau agar jangan ada pungli, tapi tetap saja terjadi,” tegasnya juga. Nurhayati juga mengaku tidak ada tawar menawar dalam pungli.
Program PTSL yang dikerjakan oleh BPN Kabupaten Bogor, kata dia, untuk memberikan kemudahan masyarakat dalam membuat administrasi pertanahan dan meningkatkan kesejahteraan warga. Apabila ada pungli maka Tim Saber Pungli Kabupaten Bogor sangat perlu menindaklanjuti informasi tersebut.
”Tim Saber Pungli Kabupaten Bogor yang baru terbentuk harus didorong untuk bekerja. Segera proses pungli yang telah merugikan masyarakat, jangan diberi toleransi lagi. Tegakan hukum, supaya ada efek jera bagi pejabat-pejabat yang masih tega mencuri uang rakyat. Padahal program prona jelas-jelas gratis,” ujarnya.
Nurhayati juga mengimbau kepada ribuan masyarakat Desa Karangan yang telah dipungli oknum pegawai desa agar secepatnya melaporkan ke Tim Saber Pungli.
”Warga jangan diam, kami pasti akan kawal laporannya dan harus diusut tuntas, berapa pun nilai yang dipungli, mau kecil atau besar laporkan ke penegak hukum. Agar segera diproses,” paparnya juga.
Praktek pungli program PTSL, menurut Nurhayati juga, karena kurang ketatnya pengawasan BPN Kabupaten Bogor dalam pelaksanaan program pembuatan sertifikat gratis tersebut. Sehingga BPN setempat kecolongan dengan adanya pungli.
”Kasian warga, program PTSL gratis tetapi kurang sosialisasi, akhirnya dimanfaatkan oknum-oknum pejabat yang tidak bertanggungjawab,” cetusnya juga.
Lebih lanjut, Nurhayanti akan menginstruksikan jajarannya bersama BPN terjun langsung ke masyarakat terkait sosialisasi pembuatan sertifikat gratis tersebut.
”Pemda akan mensosialisasikan sampai ke tingkat desa besama sama BPN, supaya masyarakat tidak dimanfaatkan dan dibohongi lagi,” pungkasnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Bogor AKP Bimantoro Kurniawan mengaku belum mendapatkan laporan adanya pungli dalam program PTSL di Desa Karanggan. Tetapi, kata dia, Pihak Polres Bogor akan menindaklanjuti imbauan dari Bupati Nurhayanti.
”Siapapun yang melaporkan dugaan pungli program PTSL di Desa Karanggan pasti kami terima. Hanya sampai saat ini, laporan baik itu dari warga maupun lembaga belum ada. Makanya saya juga informasikan kepada masyarakat jangan takut laporkan saja, dan kami pasti akan melakukan penyelidikan,” terangnya.
Menurut Bimanntoro apabila pegawai desa terbukti melakukan pungli demi keuntungkan diri sendiri dengan menyalahgunakan kekuasaannya dan memaksa seseorang memberikan sesuatu atau meminta bayaran di luar aturan bisa dijerat UU Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
”Para pelaku bisa pidana selama 4 tahun dan paling lama 20 tahun. Pidana lainnya adalah denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling besar Rp 1 miliar,” jelasnya.
Terpisah, Kades Kranggan Adang mengakui adanya pungli dalam program PTSL yang dilakukan oleh anak buahnya. Tetapi ia menampik ikut terlibat dalam menentukan besaran biaya pungli yang harus dikeluarkan warganya. ”Kebijakan adanya pungutan pembuatan sertifikat PTSL gratis sudah dimusyawarahkan dengan melibatkan pihak kecamatan dan Polsek Gunungputri. Termasuk besaran nilai yang harus dibayar warga,” terangnya.
Dia juga mengaku tidak mengetahui secara detail pungutan itu lantaran pungli itu terjadi sebelum dirinya menjadi kepala desa. ”Saya baru 5 bulan menjabat kades,” ungkap Adang. Saat itu, lanjut dia, rapat biaya anggaran untuk pembuatan PTSL dipimpin oleh Plt kades dari pihak kecamatan.
Menurutnya plt kades dan ketua pelaksana program prona Panji yang lebih mengetahui teknis pembayaran dan besarnya uang yang harus dikeluarkan oleh warga agar dapat sertifikat gratis PTSL. ’Pak Panji yang lebih tahu berapa biaya yang dikeluarkan warga. Kalau saya menolak pungutan untuk PTSL,” paparnya juga.
Tapi dia tidak memungkiri ada informasi warga yang dimintai uang down paymen (DP) pembuatan sertifikat PTSL mulai Rp 500 hingga Rp 1,5 juta tergantung luas tanah yang akan dibuatkan sertifikat. Sedangkan sisa uang harus dibayarkan nanti dibayar lunas setelah sertifikat keluar.
”Informasi pungutan program PTSL itu memang saya dengar,” bebernya. (red/RJN)