Bekasi – Bertepatan dengan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-60 tahun 2024, Pemkab Bekasi melalui Dinas Kesehatan, menggelar Sosialisasi Rencana Aksi Daerah (RAD) Penanggulangan TBC di Kabupaten Bekasi, sekaligus Launching Aplikasi Sistem Informasi Tuberkulosis Desa (Sintesa), di Hotel Swiss Belinn, Jababeka Cikarang, pada Selasa (12/11/2024).
Acara tersebut dibuka oleh Pj Bupati Bekasi Dedy Supriyadi didampingi Asda 1 Sri Enny Mainiarti, Widyaiswara BPSDM Jawa Barat, Yusuf Wibisana dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, dr Alamsyah, dengan dihadiri para kepala desa dan lurah se-Kabupaten Bekasi.
Pj Bupati Dedy Supriyadi menyampaikan Pemerintah Kabupaten Bekasi mengapresiasi langkah Dinas Kesehatan dalam menekan angka kasus Tuberkolosis hingga ke tingkat Desa dengan inovasi Sintesa. Aplikasi ini juga merupakan terobosan langsung dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, dr Alamsyah.
“Kami sangat bangga ya karena Kabupaten Bekasi banyak dianugerahi pejabat yang bisa melakukan inovasi, terobosan yang out of the box, yang dalam inovasi ini bisa menyelesaikan masalah yang ada di Kabupaten Bekasi,” ungkapnya.
Dedy mengharapkan aplikasi ini bisa dijalankan dan bermanfaat untuk masyarakat. Apalagi bisa meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
“Makanya tadi saya sampaikan agar jangan dipisah-pisah dengan aplikasi lainnya atau program lainnya. Ada stunting, dan aplikasi lainnya bisa berjalan terintegrasi dengan tujuan bisa menciptakan manusia yang unggul,” jelasnya.
Dedy mendorong aplikasi yang akan diintegrasikan dengan desa maupun kelurahan ini bisa berfungsi di masyarakat sampai ke tingkat RT/RW. Sintesa bisa menjadi sarana mendata masyarakat yang punya angka kasus TB.
“Nanti pak camat, pak lurah, pak kepala desa diharapkan sistem informasi tuberkolosis ini bisa menjangkau RT, RW bahkan sampai tingkat keluarga,” tuturnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, dr Alamsyah menyampaikan, Rencana Aksi Daerah (RAD) Penanggulangan TBC yang diluncurkan Pemkab Bekasi merupakan yang pertama di Indonesia pasca diberlakukannya Undang Undang Kesehatan No. 17 tahun 2023
Alamsyah menyebutkan, Aplikasi Sintesa merupakan tindak lanjut dari Peraturan Bupati tentang rencana aksi daerah penanggulangan TBC di Kabupaten Bekasi.
Dia mengatakan, selama ini data atau informasi tentang Tuberkolosis dari Kementerian Kesehatan hanya sampai di Puskesmas atau hanya di kalangan tenaga kesehatan.
Karena itu aplikasi ini diharapkan mampu mensinergikan antara tenaga kesehatan atau Puskesmas bersama dengan Pemerintah Desa, atau Kelurahan hingga ke tingkat RT/RW.
“Sintesa ini nanti kalau ada pasien di Desa, ketahuan namanya siapa, akan ada notifikasi dari aplikasi itu ke kepala desa atau lurahnya. Nanti kepala desa atau lurah bisa langsung komunikasi dengan kepala Puskesmas. Jadi ada sinkronisasi antara orang kesehatan dengan yang di luar kesehatan. Lebih terintegrasi,” terangnya.
Menurut Alamsyah, selama ini dari kasus Tuberkolosis yang ditemukan, kepala desa atau lurah tidak mengetahui ada warganya penderita TBC. Dengan aplikasi ini diharapkan desa setempat akan ikut mengetahui sekaligus bisa membantu warganya yang terkena TBC.
Nantinya aplikasi akan diperluas cakupannya kepada karyawan di perusahaan.
“Karena selama ini kalau ditemukan TBC di perusahaan kan diberhentikan. Nah ketika nanti di perusahaan bisa ditemukan, nanti kan bisa dimitigasi dan lebih cepat sembuh. Karena TBC ini bisa sembuh. Yang tak bisa sembuh itu, tidak diobati, tidak ketahuan,” jelasnya.
Selain itu aplikasi ini juga berangkat dari melihat angka kasus nasional menjadi peringkat kedua dunia, dengan Jawa Barat sebagai peringkat pertama yang tertinggi angka kasus Tuberkolosis-nya, serta Kabupaten Bekasi sebagai peringkat kelima. Saat ini angkanya sudah mencapai sekitar 10.000 kasus yang terdeteksi.
“Kalau dilihat dari jumlah penduduk ini kan cukup besar, kalau dihitung dari 3,2 juta jiwa kan berarti ada 400 kasus per seratus ribu. Sementara angka yang WHO targetkan di 2030 itu 65 per seratus ribu. Berarti kita tinggi prevalensinya,” pungkasnya.
Alamsyah menjelaskan, tingkat kesembuhan kasus TBC dibagi menjadi dua. Ada pasien yang masih sensitif obat tingkat kesembuhannya masih 100 persen dengan pengobatan 6 bulan atau paling lambat 9 bulan. Sedangkan kasus resisten obat dengan angka kasus saat ini 72 persen yang tengah ditangani saat ini.
“Ini juga akan berpengaruh secara medis dan sosial. Orang dengan TBC ini otomatis tidak bisa bekerja dengan normal karena bisa menularkan terutama pada anak-anak. Secara sosial jika bekerja tapi kualitasnya kurang baik,” pungkasnya.
Angka kasus TBC di kecamatan yang cukup tinggi saat ini, sambung Alamsyah, daerah dengan padat penduduk. Misalnya di kecamatan Cikarang Selatan, Tambun Selatan, dan Babelan.
“Kita mendapat anggaran dari APBN, obat ini kan dari Kementerian Kesehatan. Kemudian kita 1 dari 5 lainnya di Jawa Barat yang anggarannya disupport oleh NGO USAID Tb. Jadi dari WHO ada lembaga Non-Government memberikan pendampingan untuk peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, peningkatan kapasitas kader, kan nanti ada kader TB di Desa. Tahun 2024 ini sudah berjalan,” pungkasnya.
Penulis : Abdul
Editor : Aziz
Sumber Berita : rakyatjabarnews.com