RJN,Cirebon– Perpustakaan 400 Kota Cirebon merupakan perpustakaan umum milik Pemerintah Kota Cirebon yang terletak di Jalan Brigjen Dharsono (By Pass) Kota Cirebon. Perpustakaan ini masih satu area dengan Dinas Keperpustakaan dan Kearsipan Kota Cirebon.
Bangunan Perpustakaan 400 sendiri terdiri dari dua lantai, dengan lantai satu digunakan untuk tempat membaca dan menyimpan rak-rak buku. Sedangkan lantai dua digunakan untuk tempat kegiatan literasi. Bagian depan perpustakaan ini dicat biru dengan aksen harus berwarna merah, dan diberi hiasan Topeng Cirebon serta batik.
Banyak masyarakat Kota Cirebon dan sekitarnya yang salah kaprah tentang arti ‘400’ pada nama Perpustakaan 400. Banyak yang mengira dan salah kaprah, kalau asal mula nama ‘400’ berasal dari jumlah buku pada saat awal didirikannya perpustakaan, berjumlah 400 buku.
Kepala Dinas Keperpustakaan dan Kearsipan Kota Cirebon, Moch. Korneli, membantah hal tersebut. Menurutnya, nama ‘400’ berasal dari Batalion 400 Tentara Pelajar Brigade XVII Siliwangi. Karena, perpustakaan ini didirikan oleh Ikatan Keluarga Batalion 400 Tentara Pelajar Brigade XVII Siliwangi pada tahun 1980-an, untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan yang tergabung dalam Batalion 400 Tentara Pelajar Brigade XVII Siliwangi.
“Jadi 400 itu bukan jumlah buku, tapi dari Batalion 400 Tentara Pelajar Brigade XVII Siliwangi,” jelasnya saat ditemui Dejabar.id di Perpustakaan 400, pada Senin (25/3/2019).
Para tentara pelajar yang terdiri dari pelajar SMP, SMA, dan mahasiswa tersebut, kemudian ditawari apakah akan melanjutkan pendidikan militer dan masuk ke ABRI atau Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (saat ini menjadi TNI), atau kembali melanjutkan pendidikan.
“Saya sendiri merupakan salah satu tentara pelajar yang memilih melanjutkan pendidikan ke Eropa,” jelasnya.
Korneli menjelaskan, pada tahun 1984 saat Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan membentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perpustakaan Umum Kotamadya Dati II Cirebon di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, pihak Ikatan Keluarga Batalion 400 bersedia menyumbangkan tanah beserta bangunan perpustakaan di dalamnya untuk dijadikan perpustakaan umum daerah. Sedangkan peresmian penggunaannya dilakukan oleh Ketua Ikatan Keluarga Batalion 400 Tentara Pelajar Brigade XVII Siliwangi, Drs. H. Salamun A.T. pada tanggal 10 November 1984.
Setelah resmi beroperasi, lanjutnya, dari tahun 1984 hingga sekarang status perpustakaan tidak selalu berada di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 1990, UPT Perpustakaan Umum Kotamadya Dati II Cirebon beralih status menjadi Unit Pelaksana Teknis yang berada di bawah Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kotamadya Dati II Cirebon.
Sebelas tahun kemudian, tepatnya pada tahun 2001, masih tetap di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kotamadya Dati II Cirebon, perpustakaan berganti nama menjadi Kantor Perpustakaan Umum Daerah Kota Cirebon. Dan, pada tahun 2004 berganti nama lagi menjadi Bidang Perpustakaan dan Kearsipan Kota Cirebon di bawah Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah (Bapuspida) Provinsi Jawa Barat.
Pada tahun 2008, berdasarkan Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 15 Tahun 2008 maka digabunglah Kantor Perpustakaan Umum dan Kantor Arsip Daerah Kota Cirebon, sehingga berubah namanya menjadi Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kota Cirebon.
Lalu sekitar 6 tahun yang lalu, lanjutnya, bangunan lama Perpustakaan 400 dirombak total dan dibangun kembali menjadi seperti sekarang ini, dengan ditambahi beberapa fasilitas seperti ruang baca khusus anak, ruang khusus literasi, tempat baca yang nyaman, dan lain-lain.
Korneli mengakui, dulunya ada beberapa kepala dinas yang hendak mengganti nama Perpustakaan 400. Namun, dirinya menilai kepala dinas tersebut tidak mengerti apa-apa tentang sejarahnya. Padahal, perpustakaan ini pernah menjadi juara 2 tingkat nasional, karena menjadi sumber referensi bagi beberapa perguruan tinggi favorit di Indonesia.
Untuk itu, dirinya ingin Perpustakaan 400 saat ini bisa menjadi juara kembali, melanjutkan juara yang sebelumnya. Karena itu, berbagai kegiatan literasi dilaksanakan di perpustakaan, meskipun bangunannya yang baru saat ini tidak menunjukkan nilai seni sama sekali.
“Bangunan ini memang tidak menunjukkan nilai seni, tapi di dalamnya harus dipermanis dengan kegiatan literasi,” pungkasnya.(pri/rjn)