RJN, Kuningan – Anggota DPRD Kabupaten Kuningan menyepakati delapan tuntutan yang dilayangkan mahasiswa sewilayah Kuningan, terkait RUU yang dianggap bermasalah. Ketua DPRD Kuningan sementara, Nuzul Rachdy didampingi sejumlah pimpinan fraksi DPRD langsung menemui para demonstran.
“Saya apresiasi, saya menilai ini positif dan masih dalam batas kewajaran. Sebab datang ke DPRD ini walaupun dengan jumlah yang cukup banyak, tapi tertib, saya mendapat laporan tidak ada pot yang pecah, pohon yang rusak, apalagi pagar yang dijebol itu tidak ada,” kata Zul sapaan akrab Nuzul Rachdy saat diwawancarai sejumlah awak media, Rabu (25/9).
Namun dia menyayangkan, saat meminta kesempatan untuk berbicara di hadapan ribuan mahasiswa tidak diperkenankan. “Kalau masalah tuntutan saya sependapat dengan mahasiswa, namun soal membawa rezim bahwa Pilpres ini sudah selesai, Pak Jokowi sudah terpilih, pemilu sudah dilaksanakan, tadi saya ingin menyampaikan itu. Tapi sekali lagi, soal tuntutan saya sependapat,” tandasnya.
Dia menilai, sejumlah tuntutan yang disampaikan memang cukup beragam. Misalnya tentang RUU yang sudah menjadi UU yaitu KPK, adapula RUU yang ingin ditunda, dan RUU yang sedang berjalan.
“Terhadap RUU-RUU yang menjadi aspirasi masyarakat seluruh Indonesia, kan kita sudah melihat sendiri baik DPRD maupun pemerintah sudah menunda seperti RUU KUHP, itu sudah ditunda sebetulnya untuk disosialisasikan kepada masyarakat. Saya juga melihat, tuntutan ini positif, hanya saya menyarankan kepada mahasiswa supaya komprehensif melihat sebuah RUU itu, tidak hanya kulitnya saja, baca pasal demi pasal, konsiderannya, penjelasan-penjelasannya itu dipelajari agar informasinya itu tidak bersifat hoax nantinya,” ujar Zul.
Dia berjanji, akan melayangkan tuntutan itu ke pemerintah pusat melalui DPR RI karena sependapat dengan para anggota dewan di daerah. Terkait tuntutan itu, Ia meyakini bahwa Presiden RI pasti mendengar aspirasi yang disampaikan para mahasiswa.
“Kemarin saja waktu RUU Pertanahan, RUU SDA, dan RUU KUHP pada saat dibahas, begitu ada aspirasi masyarakat bergelombang se Indonesia, toh pemerintah menunda. Jadi gak usah khawatir, kalau tuntutan masyarakat ini deras demi kemaslahatan umat dan untuk pemberantasan korupsi boleh-boleh saja, tapi yang saya minta tidak apriori, sebab undang-undang itu bukan domain pemerintah ataupun anggota dewan saja,” pungkasnya.
(dri/rjn)