RakyatJabarNews.com, Bogor – Kasus Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) yang lebih dikenal dengan hubungan sesama jenis makin berkembang pesat di Indonesia. Sampai-sampai ajaran ini telah menyusup ke dunia anak-anak. Belakangan ini beredar sebuah buku bacaan untuk anak TK yang mengajari mereka cinta LGBT. Ini terlihat dari materi yang tertulis dalam buku pelajaran yang meluas di media sosial.
Pasca-keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak mengadili gugatan soal LGBT, pembahasan soal penyimpangan seksual ini ramai dibicarakan. Bahkan di Twitter, kata LGBT masuk trending topik.
Bersamaan dengan itu, media sosial juga ramai beredar soal buku TK yang mengajari anak-anak cinta LGBT. Seperti potongan halaman dari buku yang tersebar di jagat maya. ‘wi-di-a me-ni-ka-hi vi-vi. A-da wa-ria su-ka wa-ni-ta’, demikian petikan materi pelajaran yang beredar di buku TK yang belum diketahui judulnya.
Sontak peredaran buku ini pun jadi bahan evaluasi Dinas Pendidikan (Disdik) di Kota Bogor. Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor Jana Sugiana mengaku baru mengetahui adanya peredaran buku tersebut. Di Kota Bogor, ia mengaku belum menerima laporan. Namun, pengawasan ekstra yang dilakukan pihak terkait akan tetap dilakukan.
“Ya termasuk sanksinya atas penyebaran buku itu. Makanya harus tahu dulu nama buku dan percetakannya. Ini harus segara kita tangani agar kelak tidak kembali terjadi,” tuturnya ketika dikonfirmasi Metropolitan, kemarin.
Jana memaparkan, pihaknya akan selalu berkoordinasi dengan para penyelenggara di dunia pendidikan guna meminimalisasi penyebaran buku berkonten negatif tersebut. Dirinya juga mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk berhati-hati dalam menjadikan buku sebagai modul pembelajaran kepada peserta didik.
Sementara bagi masyarakat yang menemukan hal tersebut agar segera melaporkannya kepada pihak berwenang. “Kami akan terus lakukan pengawasan kepada seluruhnya untuk meminimalisasi penyebarannya,” papar Jana.
Berdasarkan penelitian Guru Besar IPB Prof Euis Sunarti, pemohon judicial review atau uji materi terhadap sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur soal kejahatan terhadap kesusilaan di Kabupaten Bogor, ia pun menunjukkan fakta mencengangkan.
Euis menemukan ada 6.600 Laki-laki Seks Laki (LSL) pada Juni 2015. Angka itu meningkat menjadi 8.013 pada Desember 2015. Ironisnya lagi, ia mengatakan bahwa anak-anak usia 11, 12 dan 13 tahun telah belajar berhubungan seks sesama jenis. ”Ini menakutkan kita semua karena lingkungan tidak aman buat kita. Seberapa hebat pun kita melindungi keluarga, (namun, red) ketika tidak ada sistem yang membangun lewat suatu instrumen kebijakan dan hukum, itu tidak kuat,” terangnya.
Bahkan, dokter spesialis kulit dan kelamin dr Dewi Inong Iriana menyebut bahwa bahaya LGBT sudah disusupkan ke pendidikan anak-anak dan remaja. Seperti buku yang pernah beredar pada 2014. Buku tersebut telah disahkan Departemen Pendidikan dan Departemen Kesehatan tentang pendidikan seks untuk remaja.
Dalam buku itu disebutkan, fakta menunjukkan bahwa kini identitas gender tidak lagi sebatas laki-laki dan perempuan, boleh memilih dengan siapa kita tertarik secara seksual apakah hetero, biseks, homo aseksual. “Maaf, anak-anak kita ternyata sudah diajari seperti ini dan kita lalai tidak tahu. Tidak heran, banyak sekali sekarang terjadi LGBT,” sindir Dewi.
Salah seorang tokoh agama Kota Bogor, Ahmad Fathoni, sangat menyayangkan atas terulangnya kasus buku pelajaran anak berkonten pornografi. Hal tersebut merupakan indikator lemahnya pengawasan pemerintah terhadap peredaran buku bagi anak yang sesuai usianya. “Segera ditelusuri secara serius dan dan diberi sanksi berat. Karena ini terjadi pada buku khusus anak-anak yang belum siap secara usia,” jelasnya ketika dikonfirmasi Metropolitan.
Dosen Psikologi Perkembangan Universitas Ibn Khaldun Bogor, Santi Lisnawati, menerangkan bahwa masa kanak-kanak merupakan masa penting pertumbuhan bagi manusia. Di mana anak secara aktif dapat merespons segala hal. Budaya, lingkungan dan teman sepermainan merupakan beberapa faktor yang perlu diperhatikan saat anak memasuki masa pertumbuhan. “Sosio kultural konteks merupakan faktor penting dalam mempengaruhi masa kanak-kanak,” tandasnya.(red/RJN)
Comment