Bekasi – Sejumlah santriwati di pondok pesantren Al Qona’ah di Desa Karangmukti, Kecamatan Karangbahagia, Kabupaten Bekasi diduga menjadi korban pencabulan dan pelecehan oleh oknum guru ngaji dan pemilik pondok pesantren.
Perlakuan yang tidak pantas itu diungkap oleh MA (34) orang tua salah satu santriwati yang diduga menjadi korban pelecehan yang dilakukan oleh diduga salah satu pelaku yang merupakan guru ngaji di pesantren tersebut.
MA mengatakan, perlakuan yang melecehkan putrinya itu terungkap saat putrinya meminta ijin untuk berhenti mengaji di pondok pesantren Al Qona’ah, setelah didesak korban baru mengaku kalau dirinya tidak tahan menerima perlakuan dari sang guru ngaji.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kalau pengakuan anak saya dia bilang mamah, nyai mah pengen berhenti ngaji, emang kenapa nyi? Embung katanya gitu, lah masa guru gak pantes atuh malam-malam masuk ke kamar langsung naek ke badan nyai langsung nindihin nyai, dibelai di cium gitu,” jelas MA dikutip kitaindonesiadatu.com, pada Kamis (26/9/24).
MA juga mengungkapkan bahwa tindakan asusila yang dialami korban sudah terjadi sebanyak lebih dari empat kali selama korban mengikuti pengajian di ponpes tersebut pada tahun 2021. Dan kasus tersebut baru terungkap setelah korban menceritakan tindakan asusila yang dialaminya saat mengaji di ponpes tersebut.
“Kalau untuk pengakuan adalah empat sampai lima kali, ya kalau pengakuan anak saya ya sebatas itu aja,” ungkapnya.
Lebih lanjut kata MA, modus terduga pelaku yang merupakan guru ngaji itu adalah saat santriwati sedang tidur di kamar yang disediakan, terduga pelaku langsung masuk dan menindih, meraba tubuh, hingga menciumi wajah korban.
“Gak ada iming-iming, cuma kalau pas habis dia masuk, pesannya jangan cerita ke mamah bapak,” ujarnya.
“Sekarang anak saya trauma, di sekolahnya ya mungkin semenjak kasus ini ramai gitu ya setelah melapor ternyata biasa temen-temennya deket sekarang kok gak ada temen yang ngedeketin itu trauma nya di situ,” pungkasnya.
Sementara itu Kepala Desa Karangmukti Sumardi mengaku ada sejumlah orang tua bersama santriwati dari ponpes tersebut mengadu dan meminta bantuan perlindungan hukum atas kasus yang dialami oleh para santriwati tersebut.
“Yang pertama bahwa mereka itu bertanya bagaimana tindakan masalah hukumnya, bagaimana pertanggung jawabannya. Ya memang pengakuan dari korban sudah jelas, maka kami hanya menyarankan itu adalah bagian perlindungan perempuan dan anak yang ada di Polres Kabupaten Bekasi,” kata Sumardi.
“Mereka langsung berangkat ke Polres ke bagian PPA, langsung menyampaikan laporan dan visum,” lanjutnya.
Dari hasil pengakuan para korban, kata Sumardi ada lebih dari 5 orang santriwati yang mengaku mendapatkan perlakuan asusila dari oknum guru ngaji dan pemilik ponpes yang juga masih memiliki hubungan ayah dan anak, namun baru 3 orang yang melaporkan ke unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Metro Bekasi.
“Sejauh ini baru 1 orang dari Karangmukti, dari Karangsatu 2 orang. Berarti yang melapor ke Polres Kabupaten Bekasi sudah 3 orang,” jelasnya.
“Yang pertama saya berharap karena memang untuk membuka pondok pesantren itu bahkan saya pernah memberikan instruksi kepada para ulama yang ada disana satu agar kurikulumnya jelas. pendataan murid atau santri dan pengajarnya harus jelas,” tutup Sumardi.
Laporan ketiga korban tercatat dalam surat laporan polisi :LP/B/3374/IX/2024/SPKT/POLRES METRO BEKASI/POLDA METRO JAYA, berikutnya laporan polisi nomor:LP/B/3373/IX/2024/SPKT/POLRES METRO BEKASI/POLDA METRO JAYA, dan terakhir laporan polisi nomor:LP/B/3366/IX/2024/SPKT/POLRES METRO BEKASI/POLDA METRO JAYA. (*)
Penulis : Eka
Editor : Aziz
Sumber Berita : rakyatjabarnews.com