“Yang berkembang sekarang malah menyedihkan. Kritik substansial dibelokkan jadi seolah motifnya karena tidak dilibatkan. Ini cara-cara murahan untuk membungkam kritik dan menjauhkan publik dari persoalan sebenarnya,” tambahnya.
Lebih lanjut, Papang menilai bahwa justru kritik dari dewan harus ditindaklanjuti secara serius, bukan dicurigai apalagi dijadikan bahan kampanye hitam.
Hal senada disampaikan oleh Agus Aken, Ketua RT di Kelurahan Jatikramat. Ia tidak melihat ada masalah dalam penyampaian kritik dari anggota DPRD, selama itu bertujuan memperbaiki proses dan menghindari konflik di masyarakat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Asal warga dan RT/RW sepakat, proses PTSL bisa jalan. Tapi dewan tetap harus kontrol. Jangan seolah kalau ada yang mengkritik, langsung dianggap punya niat lain. Itu cara pikir yang keliru,” kata Agus.
Kritik terhadap program PTSL bukan hal baru. Di berbagai daerah, pelaksanaannya sering menuai keluhan, mulai dari dugaan pungli hingga ketidakterbukaan informasi. Dalam konteks ini, fungsi kontrol DPRD menjadi krusial.
Pertanyaannya, mengapa ketika anggota dewan menjalankan tugasnya, justru di-framing negatif? Apakah ini bentuk ketakutan terhadap pengawasan, atau ada yang merasa terganggu karena zona nyaman mulai terusik?. (adv)
Halaman : 1 2